Senin, 23 Juli 2012

INSPIRASI : Orang yang Meninggal Dalam Piamanya



Salam hangat dari udara……………. J
Saya membaca di sebuah Koran Internet bahwa tanggal 10 Juni 2004, di Tokyo, seorng laki – laki ditemukan meninggal dalam piamanya.
Sejauh itu, saya masih tenang – tenang saja. Saya pikir sebagian besar orang meninggal dalam piama mereka  (a) entah meninggal dalam tidur, dan ini suatu berkah, atau (b) sedang terbaring di ranjang rumah sakit, ditemani keluarga mereka, yang berarti kematian itu tidak datang dengan  tiba – tiba, dan mereka masih sempat “berkenalan” dulu dengan “Tamu Tak Diundang” itu- mengikuti istilah dari penyair Brasil – Manuel Bandeira.
Lebih lanjut di berita itu disebutkan bahwa orang itu meninggal di kamar tidurnya. Berarti dia bukan meninggal di rumah sakit, tanpa menderita, bahkan tanpa menyadari bahwa dia tidak akan pernah melihat cahaya pagi lagi.
Tetapi masih ada satu probabilitas lainnya, orang itu korban penyerangan dan pembunuhan. Siapa pun yang mengenal Tokyo tentu tahu bahwa meskipun kota itu sangat besar, namun juga salah satu dari yang paling aman di dunia. Saya ingat, saya pernah mampir untuk makan bersama para penerbit saya di Jepang, sebelum meneruskan bermobil ke pedalaman. Koper – koper kami ditinggal di tempat duduk belakang mobil. Saya berkata bahwa ini sangat berbahaya ; bagaimana kalau ada orang yang lewat, melihat barang – barang kami, lalu membawa kabur semuanya. Penerbit saya tersenyum dan berkata saya tidak perlu khawatir; dia belum pernah mengalami hal seperti itu seumur hidupnya, dan memang tidak terjadi apa – apa pada bagasi kami, walaupun selama acara makan itu saya merasa tidak tenang.
Kembali pada orang yang meninggal dalam piama itu. Tidak ada tanda – tanda pergulatan ataupun kekerasan. Seorang polisi dari Metropolitan Police diwawancarai oleh surat kabar tersebut, dan dia berkata orang itu kemungkinan besar meninggal karena serangan jantung. Jadi, kita bisa mencoret kemungkinan dia dibunuh.
Jenazah almarhum diketemukan oleh para karyawan sebuah perusahaan konstruksi, di lantai dua sebuah bangunan di kompleks perumahan yang akan dihancurkan. Semua faktanya mengarahkan kita untuk berpikir bahwa orang yang meninggal dalam piama itu tidak menemukan tempat tinggal lain di Tokyo – salah satu kota berpenduduk paling padat dan berbiaya hidup paling mahal di dunia – jadi dia memutuskan untuk tinggal di bangunan kosong saja, supaya tidak usah membayar sewa.
Tetapi ini bagian tragisnya. Orang yang meninggal itu ternyata sudah berupa kerangka yang memakai piama. Di sampingnya ada lembaran surat kabar bertanggal 20 Februari 1984. Di sebuah meja di dekatnya ada kalender yang menunjukkan tanggal yang sama.
Berarti orang itu sudah dua puluh tahun berada di sana.
Dan tidak seorang pun merasa kehilangan dirinya.

Orang itu diidentifikasikan sebagai mantan karyawan perusahaan yang dulu membangun kompleks perumahan tersebut ; dia pindah ke sana pada awal tahun 1980-an, tidak lama setelah dia bercerai. Umurnya baru lima puluh lebih sedikit ketika maut menjemputnya sewaktu dia sedang membaca Koran.
Mantan istrinya tidak pernah berusaha menghubunginya. Para wartawan mendatangi perusahaan tempat dia dulu bekerja, dan mendapati perusahaan itu sudah bangkrut tidak lama setelah proyek perumahan itu selesai, sebab mereka gagal menjual satu pun apartemen – apartemen di situ; itu sebabnya mereka tidak merasa ada yang aneh ketika orang itu tidak muncul lagi untuk bekerja. Para wartawan melacak teman – teman almarhum, dan mereka mengira orang itu sengaja menghilang, sebab dia pernah meminjam uang dari mereka dan tidak sanggup membayar utang – utangnya.
Di akhir berita disebutkan bahwa sisa – sisa jenazah orang itu telah dikirimkan kepada mantan istrinya. Setelah selesai membaca arikel tersebut, saya jadi berpikir tentang kalimat penutupnya : si mantan istri masih hidup; tetapi selama dua puluh tahun tak pernah sekali pun dia berusaha mengontak mantan suaminya.
Apa kiranya yang ada di dalam benak perempuan itu? Bahwa mantan suaminya tidak mencintainya lagi, dan telah memutuskan untuk mngenyahkan dia dari kehidupan untuk selama – lamanya? Bahwa mantan suami telah bertemu perempuan lain dan menghilang begitu saja? Bahwa memang seperti inilah yang namanya hidup, jadi begitu proses perceraian berakhir, tidak ada gunanya meneruskan hubungan yang telah diputus secara hukum? Saya membayangkan seperti apa perasaan si mantan istri setelah dia tahu nasib orang yang, selama sekian tahun, pernah menjadi bagian dari hidupnya.
Kemudian saya terpikir tentang orang yang meninggal dalam piama itu, betapa sunyi, betapa sendirian, sampai –sampai selama dua puluh tahun tak ada seseorang pun di dunia ini yang menyadari bahwa dia lenyap begitu saja, tanpa jejak. Saya hanya bisa menyimpulkan bahwa ada yang lebih parah daripada kehausan, atau kelaparan, lebih menyedihkan daripada tidak punya pekerjaan, tidak bahagia dalam cinta, atau merasa  kalah dan putus asa; jauh lebih memiriskan hati daripada semuanya itu kalau kita merasa tidak seorang pun – benar – benar tidak seorang pun – yang peduli pada kita.
Marilah kita memanjatkan doa di dalam hati untuk orang itu, dan kita ucapkan terima kasih kepadanya karena dia membuat kita menyadari arti penting teman – teman kita.
 ( Seperti Sungai yang Mengalir – Paulo Coelho )

“Kita tidak akan pernah bisa memilih siapa yang menjadi keluarga di dalam hidup kita. Tapi teman, sahabat adalah keluarga yang kita pilih”-------- Mrs.x

NB :
  • Buat teman – teman yang ke –tag dan merasa ga penting, kamu bisa hapus kok. J
  • Thanks buat yang udah menyempatkan waktunya untuk membaca note ini J

#salamudara

Tidak ada komentar: