Tulisan
kali ini sebenarnya terinspirasi dari suatu kegiatan yang diadakan oleh tempat
lesku. Dimana kami ditunjuk untuk menunjukkan lagu, tarian daerah kita masing –
masing untuk diperkenalkan kepada teman – teman native kita yang berasal dari Amerika Serikat. Acara ini
diselenggarakan untuk merayakan hari sumpah pemuda yang jatuh pada tanggal 28
Oktober.
Awalnya
saya bingung dengan apa yang harus ditunjukkan, karena kebetulan saya berasal
dari 2 adat. Ibuku dari Batak Toba sedangkan ayahku Batak Karo, so I’m blasteran J.
Namun, saya sadari sebenarnya banyak dari para native yang belum mengenal tentang budaya Karo sesungguhnya. Tidak
hanya para native, namun beberapa warga Indonesia saja ketika mereka bertanya
asal dari mana? dan kita jawab kota Medan, dipikiran mereka pasti orang BATAK,
padahal sesungguhnya tidak. Walaupun karo itu adalah bagian dari batak, namun
kebanyakan dari kita orang karo tidak ingin dibilang orang batak. Tidak
mengerti kenapa, tapi yang pasti tulisan ini tidak untuk mempermasalahkan hal
itu.
Akhirnya
saya putuskan untuk memperkenalkan budaya karo. Saya mengingat dan mencari hal
– hal apa saja yang bisa saja jelaskan dan mudah dipahami oleh para native, dan musik adalah solusinya. Because music is universal. Salah satu
lagu karo yang paling saya suka dan merupakan lagu yang nge-hits kala itu
adalah “PISO SURIT”.
Kebanyakan
dari anak – anak remaja sekarang, mungkin tidak banyak yang mengenal lagu ini.
Kalau ditanya berasal dari mana lagunya, siapa penciptanya, mungkin mereka
tidak akan mengenalnya. Untuk itulah saya ingin menulis ini kembali, dengan
harapan banyak orang ingin lagi kembali mendengar lagu – lagu daerah dan tidak
melupakannya begitu saja.
PISO
SURIT adalah nama sejenis burung yang sering terdengar bernyanyi di sekitar
sawah (zaman dulu sawah masih sering, tidak seperti sekarang). Kicauan burung
ini terdengar begitu sendu seperti memanggil – manggil, “Piso suriiit…pisoo”…
Lagu PISO SURIT ini diiring oleh salah satu tarian Suku Karo yang menggambarkan penantian seorang gadis terhadap kekasihnya. Diceritakan penantian gadis tersebut sangat lama dan menyedihkan sehingga digambarkan seperti burung Piso Surit yang memanggil – manggil. Arti kata Piso dalam bahasa Karo adalah pisau, namun dalam lagu ini artinya bukanlah sejenis pisau khas suku karo melainkan kicau burung yang suka bernyanyi. Kicau burung ini bila didengar dengan saksama, sepertinya sedang memanggil – manggil dan kedengaran sangat menyedihkan. Walaupun saya tidak pernah secara langsung mendengar, namun melalui lagu ini saya merasakan kesedihan itu ketika pertama kali lagu ini diperdengarkan kepada saya.
Burung
Piso Surit biasanya berkicau di sore hari. Jenis burung ini dalam bahasa Karo
disebut “PINCALA” bunyinya nyaring dan jika didengar berulang – ulang akan
terdengar seperti bunyi “piso surit”. Kicau burung inilah yang digambarkan oleh
seorang komponis yang berasal dari daerah Karo “Djaga Depari”, dan dengan ini
pula di daerah Desa Seberaya ada sebuah jambur (tempat mengadakan pesta adat
Karo) diberi nama Jambur Piso Surit. Kepiawaian Djaga Depari dalam menciptakan
lagu berbasis lagu karo, tentang moralitas masyarakat karo, adat istiadat karo,
sampai kehidupan perjuangan masyarakat karo semasa merebut kemerdekan dari
tangan penjajah pada masa lalu, membuat Djaga Depari layak diperhitungkan
sebagai salah seorang komponis nasional. Dan akhirnya, Djaga Depari sang
maestro dianugrahkan gelar sebagai komponis nasional Indonesia. Dan tidak hanya
itu, untuk mengenang jasanya, sebuah monumen dibangun di persimpangan antara
Jl. Sultan Iskandar Muda, Jl.Pattimura, Depan Rumah Sakit Siti Hajar. Monumen
Djaga Depari, begitu gagah sambil memegang biola kesayangannya.
Ini
adalah arti dan lirik lagu PISO SURIT :
Piso surit piso surit (Burung Piso surit)
Terpingko
– pingko, terdilo – dilo (Berciut – ciut, memanggil – manggil)
Lalap
la jumpa ras atena ngena (Namun tidak kunjung berjumpa dengan pujaan hatinya)
I
ija kel kena tengahna gundari (Dimanakah dirimu saat ini kekasihku)
Siangna
menda turang atena wari ( Dan hari pun kini menjelang senja)
Entabeh
nari mata kena tertunduh ( Lelap sekali sepertinya tidurmu)
Aku
nimaisa turang tangis teriluh (Sementara aku disini menangis menunggumu)
Reff :
Enggo
enggo me dagena mulih me dage kena (Sudahlah, pulang sajalah kau adik, tidak
usah mengharapkanku)
Bage
me nindu rupa ari o turang (Demikianlah yang selalu kau ucapkan)
Lagu
ini kemudian diaransemen ulang oleh Viki Sianipar, orang yang menurut saya
adalah salah satu pemuda Indonesia yang begitu peduli dengan lagu daerah, dan
mencintai Indonesia. Harapan akan semakin banyak pemuda – pemudi Indonesia yang
peduli dengan musik, tarian, dan kebudayaan daerah Indonesia, sehingga tidak
akan ada lagi klaim dari negara orang.
Buat
teman – teman yang mau download video lagu ini, silahkan copy link dibawah ini, dan selamat mendengarkan.
http://youtu.be/dHxwwngf8yk (versi karaoke)
Thanks buat yang udah
baca, semoga bermanfaat buat kita semua. ^^
……….Rise Up Young
Generation….
Thanks buat para blogger lain yang telah membuat tulisan ini sebelumnya :)
#salamudara

6 komentar:
HORASSSSS!!!!
Mejuah juah,lestarikan budaya Indonesia
Awesome...lestarikan budaya indonesia...!!!
Aku orang jawa dan aku jatuh cinta banget sama lagu ini. Suka versi viki sianipar juga.. tapi pas denger versi yg lebih tradisional (gak tau sapa yg nyanyi, taunya dari youtube) diiringi tarian adat gtu, aku merinding banget dengernya. Terima kasih udh ngasih terjemahannya. Skr jadi paham artinya. :)
Adakan buku tentang lagu ini?
Taruhan Dadu Deposit Via Linkaja
http://judilinkaja.over-blog.com/2020/03/taruhan-dadu-deposit-via-linkaja.html
Agen Judi Fafaslot
https://bandarjudilinkaja.blogspot.com/2019/11/agen-judi-fafaslot.html
Posting Komentar